~Hari Pendidikan Nasional, hari dimana pendidikan hingga hari ini tetap tidak merata secara nasional, dan dirayakan sebagai sebuah pencapaian~
Setiap tanggal 2 Mei diperingati
sebagai Hari Pendidikan Nasional, hari dimana Ki Hajar Dewantara (tokoh pelopor
pendidikan di Indonesia dan pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa) lahir ke
dunia.
Sekilas tentang Ki Hajar
Dewantara, beliau dihormati sebagai
bapak pendidikan nasional di Indonesia, lahir dari keluarga kaya Indonesia selama era
kolonialisme Belanda, ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan
pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak
kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan. Kritiknya
terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda,
dan ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa
setelah kembali ke Indonesia. Filosofinya, tut wuri handayani ("dari
belakang memberi dorongan"), digunakan sebagai semboyan dalam dunia
pendidikan Indonesia.
Apa kabar pendidikan Indonesia hampir di umurnya yang ke 69 tahun ini?
Jelas lebih maju dari situasi saat itu (1945). Dengan konsep dan kuikulum baru,
pemerintah berharap generasi penerus akan mampu belajar dengan inisiatifnya
sendiri melalui konsep belajar dimana siswa harus didorong lebih aktif dan
kreatif. Hal tersebut dibentuk mengacu kepada filosofi yang Ki Hajar cetuskan
bahwa siswa harus didorong agar mereka termotivasi menggali potensi serta
memperkaya ilmu demi masa depan yang lebih baik.
Namun pemerintah baru mencoba
membuat rata konsep, belum infrastruktur dan sumber daya pengajar. Belum semua
pendidikan dirasakan kesamaan kualitasnya antar satu daerah dengan daerah lain.
Sangat berbeda terutama masalah infrastruktur dan sumber daya pengajarnya.
Jangankan berbeda pulau seperti membandingkan pulau Jawa dengan pulau Papua,
satu provinsi saja belum tentu rata kualitasnya. Tidak ada jaminan sebuah
kualitas pendidikan terjamin sekalipun wilayahnya dekat dengan ibu kota. Apalagi
yang jauh bahkan berada di perbatasan dan pedalaman?
Lalu apa indikator bahwa konsep tersebut sukses diterapkan? Sulit
untuk memantau tiap sekolah kecuali dengan patokan berapa nilai yang bisa
dicapai atau jumlah siswa yang lulus di
suatu sekolah. Maka teciptalah singkatan yang paling banyak sibenci oleh
pelajar, UN (Ujian Nasional). UN sebagai sebuah kegiatan fungsi evaluasi, sebagaimana
tercantum pada UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 21 yang berbunyi : “Evaluasi pendidikan adalah kegiatan
pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai
komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai
bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.”
UN sebagai “event evaluasi nasional” justru dianggap momok bagi para siswa. Diluar
mata pelajaran yang diujikannya hanya beberapa, tipe soal dan kesamaan kualitas
soal justru dipukul rata se-Indonesia. Apa jaminan pemerintah jika setiap siswa
punya rata-rata kualitas pemahaman pendidikan yang sama, kalau infrastruktur
yang ada saja tidak sedikit yang berbeda, bahkan kebanyakan cenderung jomplang
tiap daerahnya? Siswa didorong (di Tut Wuri Handayanikan, heuheu) untuk bisa
lolos UN, bukan bisa mendapat manfaat dari pendidikan. Maka tidak heran bila
kecurangan UN selalu ada tiap tahunnya, meski tipe soal sudah ditambah hingga
20 tipe. Akhirnya? Konsep buatan
pemerintah tentang pendidikan yang berbudaya, bermoral, dan mengaitkan dengan
nilai-nilai agama, hanya wacana kosong yang ditulis, menghabiskan biaya
sana-sini.
Hak atas pendidikan sebagai
bagian dari hak asasi manusia di Indonesia tidak sekadar hak moral melainkan
juga hak konstitusional. Ini sesuai dengan ketentuan UUD 1945 (pascaperubahan),
khususnya Pasal 28 C Ayat (1) yang menyatakan, “Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak memperoleh
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.”
Kalimat yang ditebalkan diatas
bagi saya layak dijadikan pertimbangan bagi semua pihak yang ingin melihat
pendidikan Indonesia membaik. Semua orang punya ketertarikan untuk belajar hal
tertentu sesuai apa yang mereka butuh dan ingin. Berhak untuk mengembangkan
diri adalah hak yang tidak boleh diganggu gugat, bukat dicekoki pengetahun
semau pemerintah, yang ingin mengembangkan Indonesia berkembang pesat tanpa
proses yang benar. “Bilang bisa beli dengan harga mahal, tapi tau kalo disaku cuma
receh.” <== Persepsi saya tentang pemerintah yang ingin berkontribusi secara global.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNAtPH2saT5KBXfahb7dCJ1CSspzegRLnfEFIL-luC1ucLACgB8ADFwZ4UE_fFSNweHaIWDYHhLIrVIk52YOepiZ3kpL4L6TMVVXDmFk5HvykRLCTDb4QywjOAIZAs5euOrvBuNldOqD8/s1600/tumblr_mnj8tmghCu1rppczmo1_500.jpg)
Semoga pendidikan Indonesia
semakin membaik, terutama setelah terpilihnya presiden baru nanti. Mari optimis, mari menuju
keniscayaan (stay positive)….
Referensi :
- http://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Pendidikan_Nasional
- http://www.paudni.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2012/08/PP-no-19-th-2005-ttg-standar-nasional-pendidikan.pdf
- http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_20_Tahun_2003#Pasal_1
Tidak ada komentar :
Posting Komentar