Minggu, 22 Maret 2015

Sedikit Sejarah Nyepi : Tahun Saka

Agak bingung kalau menjawab pertanyaan dari beberapa teman yang ingin tau tentang Nyepi. Mereka pasti akan bertanya hal-hal yang sama ; gak pakai listrik ya? Haha bagi saya ini ucapan hari raya versi lain, pasti ada aja tiap taun. Saya hargai mereka yang bertanya, minimal mereka peduli.

Unik untuk mencermati kenapa ada hari raya, yang jelas-jelas ada kata “raya”, tapi seolah tidak dirayakan seperti yang lumrah terjadi di agama lain. Hmm agak teknis tapi saya coba permudah logikanya.

Saat zaman dahulu di India sana terdapat beberapa suku, antara lain Suku Saka, Pahiava, Yueh Chi, Yavana dan Malaya. Entah apa yang menyebabkan mereka harus bersaing satu dengan yang lain, di akhir cerita muncullah Suku Saka sebagai penguasa tunggal. Yang menjadi catatan adalah mereka semua penganut Sanatana Dharma (mungkin yang kalian kenal dengan agama Hindu), dan pada saat periode perebutan kekuasaan, tiap suku tidak lagi berpegang kepada nilai dan norma, bahkan kehidupan agama sehari-hari menjadi beragam karena tidak ada yang mengontrol bahkan salah tafsir.

Dan pertikaian yang panjang pada akhirnya suku Saka menjadi pemenang dibawah pimpinan Raja Kaniskha I yang dinobatkan menjadi Raja dan turunan Saka .
Tanggal 1 (satu hari sesudah tilem/bulan mati) bulan 1 (caitramasa) tahun 01 Saka, pada bulan Maret tahun 78 masehi. Dari sini dapat diketahui bahwa peringatan pergantian tarikh saka adalah hari keberhasilan kepemimpinan Raja Kaniskha I menyatukan bangsa yang tadinya bertikai dengan paham keagamaan yang saling berbeda.

Sejak tahun 78 Masehi itulah ditetapkan adanya tarikh atau perhitungan tahun Saka, yang satu tahunnya juga sama-sama memiliki 12 bulan dan bulan pertamanya disebut Caitramasa, bersamaan dengan bulan Maret tarikh Masehi dan Sasih Kesanga dalam tarikh Jawa dan Bali di Indonesia. Sejak itu pula kehidupan bernegara, bermasyarakat dan beragama di India ditata ulang.

Oleh karena itu peringatan Tahun Baru Saka bermakna sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional. Keberhasilan ini disebar-luaskan keseluruh daratan India dan Asia lainnya bahkan sampal ke Indonesia.

Seiring perkembangan, Hari Raya Nyepi adalah sebuah momentum untuk kembali mengingat apa yang sudah dikerjakan dan apa yang akan dikerjakan nanti. Proses ini dianggap suci karena pada dasarnya yang diminta untuk “berpikir” bukan unsur jasmani, tapi rohani. Maka dari itu hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan jasmani yang memiliki potensi menahan proses berpikir rohani lebih baik tidak dikerjakan. Maka muncullah istilah yang kita kenal dengan Catur Brata Penyepian, yaitu Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak mengerjakan rutinitas), Amati Lelungan (tidak bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak menikmati hiburan). Proses ini memudahkan seseorang untuk berkomunikasi secara lebih intim dengan Penciptanya.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar