Agak bingung kalau menjawab
pertanyaan dari beberapa teman yang ingin tau tentang Nyepi. Mereka pasti akan
bertanya hal-hal yang sama ; gak pakai listrik ya? Haha bagi saya ini ucapan
hari raya versi lain, pasti ada aja tiap taun. Saya hargai mereka yang bertanya, minimal mereka peduli.
Unik untuk mencermati kenapa ada
hari raya, yang jelas-jelas ada kata “raya”, tapi seolah tidak dirayakan seperti
yang lumrah terjadi di agama lain. Hmm agak teknis tapi saya coba permudah
logikanya.
Saat zaman dahulu di India sana
terdapat beberapa suku, antara lain Suku Saka, Pahiava, Yueh Chi, Yavana dan
Malaya. Entah apa yang menyebabkan mereka harus bersaing satu dengan yang lain,
di akhir cerita muncullah Suku Saka sebagai penguasa tunggal. Yang menjadi
catatan adalah mereka semua penganut Sanatana Dharma (mungkin yang kalian kenal
dengan agama Hindu), dan pada saat periode perebutan kekuasaan, tiap suku tidak
lagi berpegang kepada nilai dan norma, bahkan kehidupan agama sehari-hari
menjadi beragam karena tidak ada yang mengontrol bahkan salah tafsir.
Dan pertikaian yang panjang pada
akhirnya suku Saka menjadi pemenang dibawah pimpinan Raja Kaniskha I yang
dinobatkan menjadi Raja dan turunan Saka .
Tanggal 1 (satu hari sesudah
tilem/bulan mati) bulan 1 (caitramasa) tahun 01 Saka, pada bulan Maret tahun 78
masehi. Dari sini dapat diketahui bahwa peringatan pergantian tarikh saka
adalah hari keberhasilan kepemimpinan Raja Kaniskha I menyatukan bangsa yang
tadinya bertikai dengan paham keagamaan yang saling berbeda.
Sejak tahun 78 Masehi itulah
ditetapkan adanya tarikh atau perhitungan tahun Saka, yang satu tahunnya juga
sama-sama memiliki 12 bulan dan bulan pertamanya disebut Caitramasa, bersamaan
dengan bulan Maret tarikh Masehi dan Sasih Kesanga dalam tarikh Jawa dan Bali
di Indonesia. Sejak itu pula kehidupan bernegara, bermasyarakat dan beragama di
India ditata ulang.
Oleh karena itu peringatan Tahun
Baru Saka bermakna sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan
(persatuan dan kesatuan), hari toleransi, hari kedamaian sekaligus hari
kerukunan nasional. Keberhasilan ini disebar-luaskan keseluruh daratan India
dan Asia lainnya bahkan sampal ke Indonesia.
Seiring perkembangan, Hari Raya
Nyepi adalah sebuah momentum untuk kembali mengingat apa yang sudah dikerjakan
dan apa yang akan dikerjakan nanti. Proses ini dianggap suci karena pada
dasarnya yang diminta untuk “berpikir” bukan unsur jasmani, tapi rohani. Maka
dari itu hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan jasmani yang memiliki potensi
menahan proses berpikir rohani lebih baik tidak dikerjakan. Maka muncullah
istilah yang kita kenal dengan Catur Brata Penyepian, yaitu Amati Geni (tidak
menyalakan api), Amati Karya (tidak mengerjakan rutinitas), Amati Lelungan (tidak
bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak menikmati hiburan). Proses ini
memudahkan seseorang untuk berkomunikasi secara lebih intim dengan Penciptanya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar